Diantara
para sarjana ada dua pendapat tentang hubungan hukum dengan
Negara
itu. Sebagain ada yang membedakan antara hukum dengan Negara itu, dan
ada
pula yang menyamakannya. Yang mengidentikkan Negara dengan hukum itu
ialah
Kelsen. Kelsen mengakui bahwa Negara terikat kepada hukum, namun tatanan
Negara
dan tatanan hukum itu sama, hanya Negara adalah system norma-norma.
Menurut
Kelsen, Negara ialah kerukunan yang telah ditatan (Zwangs ordnung),
tatanan
yang dipertahankan oleh paksakan, dimana terdapak hak memerintah dan
kewajiban
menurut, sehingga dengan demikian ia berkesimpulan bahwa Negara dan
hukum
adalah sama. Menurut Kelsen, kalau Negara telah dipandang sebagai kesatuan
tatana-tatanan,
maka tidak terdapat kemungkinan lain untuk membedakannya dengan
hukum.
Negara dan hukum termasuk dlam katagori yang sama, yaitu “tatanan
normative”.
Wujud norma hukum dilihat dalam sifatpaksa itu, maka secara sama
hukum
dan Negara adalah tatanan-tatanan paksa dalam arti system norma-norma
yang
mengatur secara paksa. Arti kata tujuan negara berakhir pada definisi hukum.
Adlah
picik apabila kita memandang alat-alat paksaan dan kekuasaan Negara itu
sebagai
barangbarang nyata seperti senjata, benteng, alat-alat produksi dan
sebagainya,
seperti yang dikatakan Lassale : “Negara adalah meriam-meriam dan
bayonet-bayonet
tentara, kelewang-kelewang dan revolver-revolver polisi. Menurut
Kelsen,
semua itu adalah barang-barang mati, yang tidak dapat bergerak tanpa
9
digerakkan
oleh manusia. Aturan atau norma perbuatan manusia itulah yang
menentukan,
yang menjadi tujuan sebenarnya. Kekuasaan itu tidak terletak pada
wujud
barang-barang itu. Kekuasaan social terletak dalam kekuatan pendorong
tanggapan
norma-norma tertentu. Negara sebagai kekuasaan tidak berdiri di belakang
norma-norma
hukum. Negara itu adalah tatanan cita-cita yang telah menjadi
kenyataan.
Sedetik saja kekuatan pendorong ideology ini hilang, maka hilnglah
kekuasaan
Negara itu, walaupun jumlah senapan mesin tidak berubah. Demikianlah
pendapat
Kelsen yang telah mengidentikkan Negara dengan hukum.
Pendapat
Kelsen di atas ditanggapi oleh Kranenburg. Ia mengakui bahwa
kekuasaan
itu bukan barang, tetapi proses-prose psikis. Negara adalah gejala psikis,
dan
Negara adalah sebuah system yang teratur ; begitu juga hukum adalah gejala
psikis,
dan tatanan hukum juga adalah system yang teratur. Namun kata Kranenburg
hal
itu tidak menjadikan Negara identik dengan hukum. Ia mengatakan bahwa Kelsen
telah
membuat kesalahan logis dengan mengambil kesimpulan bahwa tatanan Negara
dan
tatanan hukum dapat dimasukkan dalam satu pengertian yang lebih luas dan lebih
tinggi,
sehingga kedua-duanya termasuk dalam arti umum system, yaitu gejala-gejala
yang
satu dengan yang lain tersangkut paut dan tersusun bulat, dan kedua-duanya
juga
termasuk dalam system gejala-gejala yang akhirnya setelah dianalisis ternyata
bersifat
psikis.
Dilihat
dari sudut bahasa, menurut Kranenburg, Negara dan hukum itu tidak
sama.
Ia memberikan contoh-contoh istilah : tindakan Negara, pertanggungjawaban
Negara,
kepala Negara, kepentingan Negara, apabila kata “Negara” pada istilah itu
10
diganti
dengan istilah hukum, jelas menjadi berubah artinya. Karenanya Kranenburgt
berkesimpilan
bahwa Negara itu identik dengan hukum.
Dalam
kaitannya antara Negara dan hukum, saya sependapat dengan
Kranenburg
bahwa Negara tidak identik dengan hukum. Saya mencoba melihatnya
dari
segi lain yaitu dari segi hukum maka Negara sebagai organisasi kekuasaan dapat
memaksakan
sanksinya terhadap si pelanggar itu. Dalam hal inipun jelas terlihat
perbedaan antara Negara
dan hukum ini
sumber : http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&ved=0CDEQFjAD&url=http%3A%2F%2Fpustaka.unpad.ac.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2009%2F05%2Fhubungan_hukum_dengan_bangsa_negara_dan_kekuasaan.pdf&ei=FpSMUJi-CszJrAf-xoHQBQ&usg=AFQjCNGpJrzAKgH8ceiLHWnX4Z6iX-zUcg&sig2=CaZY6Q-crZYDDEOjDiO3Dg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar